Untuk Gaza

Bismillah, Mengapa masih saja ada yang bertanya mengapa kita harus repot menolong Palestina?
Kawan, ‘perang’ yang terjadi tak hanya disana, tapi juga disini, di facebook, di twitter, di tumblr, dan di dunia maya ini. Mereka berusaha membodohi muslim dengan cara mereka, hingga muncul lah orang-orang yang mempertanyakan mengapa harus mendukung Palestina.
Wankawan, dukungan untuk israel pun bertebaran. Tidak sedikit pembodohan dalam cara berpikir dilakukan. Terkadang saya ngeri melihat fenomena mengenai hal yang sering kita dengar, kita lihat, pada akhirnya menggeser arti seharusnya. Kita terlalu sering melihat bagaimana Palestine di hantam, sehingga menjadi terbiasa dan tidak lagi merasa aneh dengan penjajahan tingkat dewa ini. Bersikap biasa menjadi pembenaran, atau menjadi hal lumrah. Mirip-mirip dengan semacam terbiasanya kita saat ini melihat aurat dimana-mana, padahal dulu wanita sangat pemalunya.
Dukungan untuk Israel tidak sedikit, sehingga bagi mereka yang tidak mengerti jalan cerita penjajahan ini, bisa saja terbawa-bawa pada proses pembodohan. Mempertanyakan dengan keras, buat apa repot ngurusin Palestina, padahal Indonesia pun punya segudang PR besar.
“Israel has the right to defend itself”, begitu ujar mereka yang mungkin lupa sejarah bagaimana ini bermula. Mereka lupa tanah siapa yang sedang diduduki Israel saat ini. Mereka bikin cerita bahwa ini konflik, bahwa ini peperangan, bahwa ini pertahanan diri, mereka buat kesan Palestina tak pantas di bela karena ada teroris Hamas disana.“One man’s terrorist is another man’s freedom fighter”. Mereka buat kabur mengenai siapa yang sedang mempertahankan diri dari siapa saat ini…
Seorang Intelektual Amerika yang berani, Noam Chomsky berujar dengan lantang,”You can’t defend yourself when your militarily occupying someone else’s land. That is not defense. Call it what you like. That is not defense.”. Yup, If Israel were to lay down their guns tomorrow, there would be no war. If Palestine were to lay down theirs, there would be no more Palestine. Mereka sedang berjihad mempertahankan diri dari penjajahan. Kita harusnya paham betul dengan ini.
Tapi wankawan, jika masih banyak tanya dalam kepalamu atau masih tak terbuka hati nuranimu, coba telaah delapan alasan ini mengapa kita berjuang untuk Palestina,
  1. kiblat pertama umat islam
  2. tempat terjadinya Isra’ dan Miraj Nabi Muhammad saw
  3. satu dari tiga mesjid yang dimuliakan
  4. mesjid kedua yang dibangun di muka bumi
  5. mesjid pertama dilaksanakannya sholat fardhu
  6. tanah kelahiran dan tanah pemakaman para nabi dan rosul
  7. tanah jihad dan didalamnya terdapat Tha’ifah Al-Mansurah yang selalu menegakkan kebenaran
  8. negara pertama yang mendukung kemerdekaan Indonesia
Di Palestina ada Al Quds, tanah suci ke-3 bagi Ummat Islam, setelah Makkah dan Madinah. Disana ada Masjidil Haram, sebuah masjid yang namanya eksplesit disebutkan di awal-awal Surat Al Israa’. Nabi memerintahkan Ummatnya untuk menziarahi Masjidil Haram, Masjidin Nabawi, dan Masjidil Aqsha. Di Masjidil Aqsha ini Nabi mengalami Isra’ dari Makkah, lalu dilanjutkan Mi’raj ke langit ke-7. Dan Masjidil Aqsha pernah menjadi Kiblat pertama Ummat Islam, sebelum akhirnya diarahkan ke Baitullah di Makkah. Harus dicatat dengan tinta tebal, bahwa Yerusallem dan Al Quds adalah tempat kelahiran Nabi-nabi tauhid di masa lalu. Ummat Islam lebih berhak mengklaim mereka daripada Yahudi dan Nashrani. (Abisyakir,2012).
Belum lagi utang budi kita pada Palestina. Buya Natsir paham betul untuk itu. Di masanya dulu, beliau aktif berbicara di forum-forum Islam internasional. Salah satu seruan besar beliau ketika itu ialah mengangkat isu Palestina sebagai masalah kaum Muslimin sedunia, bukan sekedar masalah bangsa Palestina. Mereka yang berkoar-koar save palestine adalah mereka tahu hanya itu yang bisa mereka lakukan saat ini. Mereka tak bisa kesana dan ikut berjihad difa’i, defensif, Jihad mempertahankan diri. Mereka hanya bisa mengutuk dan berdoa untuk para pejuang jihad disana. Paling tidak mungkin merekalah sisa-sisa generasi bangsa ini  yang masih mau mewarisi perjuangan Buya Muhammad Natsir. Aku ingin aku dan kamu menjadi bagian dari generasi itu.
Karenanya, kutuk saja Israel, dan doakan Palestina yang sedang berjuang disana, mereka yang beruntung bisa syahid di jalanNya.
Allahummanshur lil mujahidina fi kulli makan wa zaman, Ya Allah tolonglah para mujahidin di segala tempat dan waktu…
Sebagai penutup, renungi puisi Pak Taufik Ismail. Untukmu yang juga berdoa untuk mereka.
Ketika rumah-rumahmu diruntuhkan bulldozer dengan suara gemuruh menderu, serasa pasir dan batu bata dinding kamartidurku bertebaran di pekaranganku, meneteskan peluh merah dan mengepulkan debu yang berdarah.
Ketika luasan perkebunan jerukmu dan pepohonanapelmu dilipat-lipat sebesar saputangan lalu diTel Aviv dimasukkan dalam fail lemari kantor agraria, serasa kebun kelapa dan pohon manggaku di kawasan khatulistiwa, yang dirampas mereka.
Ketika kiblat pertama mereka gerek dan keroaki bagai kelakuan reptilia bawah tanah dan sepatu-sepatu serdadu menginjaki tumpuan kening kita semua, serasa runtuh lantai papan surau tempat aku waktu kecil belajar tajwid Al-Qur’an 40 tahun silam, di bawahnya ada kolam ikan yang air gunungnya bening kebiru-biruan kini ditetesi Air mataku.
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu
Ketika anak-anak kecil di Gaza belasan tahun  bilangan umur mereka, menjawab laras baja dengan timpukan batu cuma, lalu dipatahi pergelangan tangan dan lengannya, siapakah yang tak  menjerit serasa anak-anak kami Indonesia jua yang dizalimi mereka – tapi saksikan tulang muda mereka yang patah akan bertaut dan mengulurkan rantai amat panjangnya, pembelit leher lawan mereka, penyeret tubuh si zalim ke neraka.
Ketika kusimak puisi-puisi Fadwa Tuqan, Samir Al-Qassem, Harun Hashim Rashid, Jabra Ibrahim Jabra, Nizar Qabbani dan seterusnya yang dibacakan di Pusat Kesenian Jakarta, jantung kami semua berdegup dua kali lebih gencar lalu tersayat oleh sembilu bambu deritamu, darah kami pun memancar ke atas lalu meneteskan guratan kaligrafi
‘Allahu Akbar!’
dan
‘Bebaskan Palestina!’
Ketika pabrik tak bernama 1000 ton sepekan memproduksi dusta, menebarkannya ke media cetak dan  elektronika, mengoyaki tenda-tenda pengungsi di padang pasir belantara, membangkangit resolusi-resolusi majelis terhormat di dunia, membantai di Shabra dan Shatila, mengintai Yasser Arafat dan semua pejuang negeri anda, aku pun berseru pada khatib dan imam shalat Jum’at sedunia: doakan kolektif dengan kuat seluruh dan setiap pejuang yang menapak jalanNya,  yang ditembaki dan kini dalam penjara, lalu dengan kukuh kita bacalah ‘laquwwatta illa bi-Llah!’
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu
Tanahku jauh, bila diukur kilometer, beribu-ribu Tapi azan Masjidil Aqsha yang merdu Serasa terdengar di telingaku.
TAUFIK ISMAIL ,1989.
Bogor, Hari ke-17 bulan November 2012.
Saya yang ragu jika Indonesia yang dijajah demikian, kita bisa setangguh mereka yang di Palestina.

Source
Previous
Next Post »
Powered by Blogger.